Kutipan Abraham Maslow ini secara adequate memberi penegasan aktualisasi diri dari hirarki kebutuhan yang dicetuskannya pada tahun 1943 ini. Sebagaimana ditulis oleh Strauss dan Howe dalam bukunya Generations: The History of America’s Future bahwa setiap generasi berubah kurang lebih dalam dua puluh tahun. Karena itu, masyarakat yang berumur di atas 10 tahun sampai 50 tahun bila dihitung mundur dari tahun 2010-1960-an merupakan generasi X, Y, dan Z dalam perhitungan abjad Romawi.
Pada saat memasuki tahun 2010-an sampai sekarang merupakan generasi yang berbeda watak, karakter, cara bekerja, cara belajar, berpikir, dan cara berekspresi merupakan generasi alfa dalam perhitungan abjad Yunani. Genarasi ini hidup dalam dunia digital-virtual. Perbedaan besar dari generasi ini adalah ketergantungan pada teknologi android yang menjamur. Semuanya dalam genggaman a la virtul-android.
Generasi Alfa adalah sebutan yang muncul dalam sebuah kajian pada tahun 2005 oleh analis sosial-demografi Mark McCrindle. Mark menyebut bahwa generasi alfa adalah generasi yang hidup dari dan di dalam dunia digital. Ia menyebut generasi kelahiran tahun 2010 sampai 2030 dengan penghitungan abjad Yunani yakni alfa.
Sebab perhitungan abjad Romawi telah berakhir dengan Z yaitu kelahiran 1990-2010. Bila mengamati secara intens dan teliti, generasi sekarang merupakan generasi tunduk. Tunduk hanya pada dirinya. Di mana-mana: kamar makan, ruang belajar, ruang kuliah, perpustakaan, dan lain-lain selalu ada android sebagai teman. Tanpa peduli siapa di samping.
Hirarki Kebutuhan Maslow dan Generasi Alfa
Dalam teori yang dikemukakan oleh Abraham Harold Maslow muncul dari pengalaman masa kecilnya sebagai keturunan Yahudi-Rusia. Sebagai seorang berdarah Yahudi yang lahir di negara adidaya Amerika Serikat tentu memiliki beragam pengalaman. Pengalaman religius, pengalaman hidup dalam masa “antisemitik”, dan pengalaman sebagai warga negara asing memiliki pengaruh dalam pengembangan konsep hirarki kebutuhannya. Teorinya juga muncul pada masa-masa perang dunia II, di mana manusia membutuhkan makanan, minuman, pakaian, air, kedamaian, keadilan, cinta kasih, hingga bebas dari cengkeraman negara lai
Hirarki kebutuhan Maslow dikenal secara umum dalam lima tingkatan. Lima tingkat diawali dengan kebutuhan paling rendah (biogenik) kepada tingkat kebutuhan yang paling tinggi (psikogenik). Kebutuhan-kebutuhan itu antara lain: pertama, kebutuhan fisik/physiological needs (makan, minum, tidur, air, udara, pakaian, dan seks). Kedua, kebutuhan akan rasa aman/safety needs (kesehatan, perawatan kesehatan, rekening tabungan, pendidikan, pelatihan kejuruan, dan lain-lain) yang menunjang rasa aman.
Ketiga, kebutuhan sosial/social needs (cinta, kasih sayang, kepemilikan, dan penerimaan). Tidak ada manusia seperti sebuah pulau (no man is an island) yang hidup sendiri tanpa keberadaan orang lain. Eksistensi manusia akan nampak bila berada bersama manusia lain.
Keempat, kebutuhan ego/egoistic needs terlihat dalam keadaan manusia akan harga diri, penerimaan diri, kesuksesan, kemandirian, dan kepuasan pribadi. Semuanya diarahkan untuk mendapatkan gengsi, reputasi, status sosial, dan pengakuan dari orang lain. Akhirnya kebutuhan kelima menurut Maslow adalah self-actualization needs atau kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan ini menjadi yang tertinggi. Tidak ada kebutuhan lain dari manusia di luar kebutuhan ini.
Kebutuhan ini dapat disaksikan dalam pentas dunia paling mutakhir semisal seniman-seniman dunia, musisi papan atas, bintang pesepak bola, pembalap profesional, legenda-legenda hidup yang menciptakan dunianya sendiri, ilmuwan-ilmuwan kenamaan: filsuf, teolog, astronom, antropolog, fisikawan, matemati-kawan, dan lain-lain. Semuanya merupakan bagian dari kebutuhan manusia untuk menciptakan sejarah hidup-nya sendiri, impian, cita-cita untuk menyalurkan potensinya.
Bila menelaah ke tahun silam, hierarki kebutuhan ini muncul pada masa perang dunia II, maka muncul pertanyaan? Masihkah hierarki kebutuhan Maslow berlaku pada masa ini? Menurut hemat saya jawaban dari pertanyaan ini tidak bisa dijawab hanya dengan ‘ya’ atau ‘tidak’. Sebab hierarki kebutuhan Maslow masih relevan.
Namun relevansinya berbeda dengan kebutuhan seabad silam. Generasi alfa hidup dalam era digitalisasi dan era pasca-kebenaran. Karena itu, semua kebutuhan terjawab dalam satu gengaman tangan. Semua kebenaran ter-distorsi dalam satu sentuhan ‘klik-scrool’. Dunia sekarang sebesar lembar daun kelor.
Maka jawaban paling tepat adalah kebutuhan android diinput ke dalam hierarki kebutuhan Maslow. Sebab generasi alfa dapat disebut sebagai pribumi digital. Pribumi digital adalah generasi yang ketika lahir dan berkembang, teknologi digital telah berkembang dan meluas, dan sejak masa kecilnya hidup dalam lingkungan kaya media. Sehingga kebutuhan andorid menjadi kebutuhan dasar mendahului kebutuhan fisik. Generasi alfa, tidak dapat makan bila android belum dicarger. Lupa mandi, lupa tidur, lupa belajar, lupa berpakaian hingga sampai terpampang di lini masa. Seharian hanya dengan diri, bersama diri, dan untuk diri sendiri. Tanpa peduli dengan kebutuhan diri dan orang lain.
Pada titik ini, secara kolektif kita menemukan bahwa generasi alfa sebagai pribumi digital dengan persepsi indrawi lebih dominan dari kedalaman intelektual, tontonan lebih dominan ketimbang pembacaan kritis, dan melahirkan logika waktu pendek akibat arus informasi yang mengalir tanpa henti. Generasi alfa tidak lagi diberi kesempatan untuk berpikir, menilai dan mengambil keputusan, karena terus-menerus dibanjiri oleh arus informasi tanpa henti.
Di sisi lain, pada level individual, generasi alfa lebih ingin terlihat di media sosial: aku terpampang di lini-masa, maka aku ada (praesento me, ergo sum). Berswafoto di berbagai tempat, dan foto-foto tersebut akan berakhir di media sosial sebagai tujuan tertinggi dan puncak aktualisasi diri. Karena itu generasi alfa sebagai manusia digitalpun (homo digitalis) menjadi apa yang disebut oleh Thomas de Zengotita (2005) sebagai “diri-yang-disanjung” (the flattered self), sebuah narsisme diri yang akut menurut tata-tertib selfisme: follow, like, share, comment, subscribe. Segala sesuatu yang saya konsumsi dalam satu dan lain cara mesti mewakili diri dan tentang diri saya. (**)